google918a0c52108bf1a3.html Lanang Pening: Masyarakat Bengkulu hadapi musim kemarau dengan berbagai cara

1 Okt 2012

Masyarakat Bengkulu hadapi musim kemarau dengan berbagai cara

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bengkulu memprakirakan musim kemarau di daerah itu akan berakhir pertengahan Oktober 2012.

"Berdasarkan pemantauan citra satelit cuaca sampai akhir bulan September 2012 diprediksi curah hujan untuk wilayah Bengkulu umumnya di bawah normal," kata Kepala Kelompok Analisa dan Prakiraan Stasiun Meteorologi Fatmawati Bengkulu, Suparwi.

 Ia mengatakan, wilayah Bengkulu periode Juli-September 2012 cenderung kering (kemarau), kondisi ini akan terus berlangsung hingga pertengahan dekade II bulan Oktober 2012.

Pada pertengahan dekade II bulan Oktober 2012 wilayah Bengkulu diprediksi akan memasuki peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan.

Hal tersebut dikarenakan pada pertengahan dekade II bulan Oktober 2012  posisi matahari sudah berada di bumi belahan selatan, sehingga pemanasan bumi bagian selatan (BBS) lebih intensif dan tekanan udara di belahan bumi selatan lebih rendah dibanding di belahan bumi utara (BBU).

Dengan demikian masa udara mengalir menuju ke selatan khatulistiwa, terjadi pembentukan awan lebih intensif dan berpeluang besar terjadinya hujan, meskipun curah hujannya diprediksi masih di bawah normal.

Terkait lahan pertanian di Bengkulu, lanjut dia, secara umum sudah terganggu oleh kemarau beberapa bulan terakhir, meskipun sekali-kali masih adah curah hujan ringan di berbagai daerah, ujarnya.

Ia pun menjelaskan, dampak kemarau di wilayah provinsi itu  akhir-akhir ini tidak hanya mengganggu lahan pertanian tetapi juga kesehatan manusia.

"Dengan demikian diimbau kepada masyarakat untuk waspada karena sampai pertengahan dekade II bulan Oktober 2012 wilayah Bengkulu masih berada dalam musim kemarau," kata dia.

Ia menjelaskan, kondisi tersebut sangat tidak mendukung bagi sektor pertanian karena minimnya suplai air, juga bagi sektor kesehatan manusia.

Perubahan suhu sangat drastis antara siang dan malam hari yang dapat mempengaruhi daya tahan tubuh, debu-debu yang beterbangan juga dapat mengganggu kesehatan terutama gangguan pernafasan.

Sejauh ini kondisi kemarau di Bengkulu belum mengganggu sektor transportasi terutama penerbangan karena meskipun banyak terjadi kebakaran hutan, lahan-lahan perkebunan dan sebagainya.

"Hal tersebut karena adanya pola angin yang berasal dari Timur hingga Selatan yang membawa asap-asap hasil kebakaran menjauhi wilayah Bengkulu, sehingga Bengkulu terbebas dari kabut asap," ujarnya.

Analisis BMKG Stasiun Meterologi Fatmawati Soekarno Bengkulu Rosyidah mengatakan, pada pertengahan dekade II bulan Oktober hingga November 2012 diprediksi merupakan masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan.

Pada masa peralihan tersebut berpeluang terjadinya hujan dengan distribusi dan intensitas bervariasi kadang-kadang disertai petir, angin kencang juga berpeluang besar terjadi pada periode tersebut.

Perlu diwaspadai yaitu peluang terjadinya longsor di daerah perbukitan dan dataran tinggi, karena selama kemarau tanah-tanah banyak yang merekah sehingga bila terkena hujan maka peluang terjadinya longsor cukup besar.

"Selain itu pada periode tersebut gelombang laut pada umumnya cukup tinggi dan sangat mengganggu sektor perikanan serta aktivitas nelayan," ujarnya.

  
                            Petani Beralih Profesi
Petani padi di Kelurahan Semarang Kecamatan Sungaiserut Kota Bengkulu beralih menjadi buruh bangunan karena tanaman padi mereka mati akibat musim kemarau.

"Saya sudah beberapa hari ini bekerja sebagai buruh bangunan karena tidak mungkin berharap lagi dari hasil panen padi yang kini sebagian besar sudah mati akibat kemarau," kata seorang petani Kelurahan Semarang Kecamatan Sungaiserut Kota Bengkulu, Yanto.

Ia menjelaskan terpaksa memilih bekerja sebagai buruh bangunan karena membutuhkan pendapatan untuk menghidupi keluarga dan membiayai pendidikan kedua anaknya yang duduk di kelas tiga dan enam sekolah dasar.

"Dengan bekerja sebagai buruh bangunan, saya langsung mendapatkan upah minimal Rp50.000 per hari, sedangkan mengurus tanaman padi saat ini justru mengalami kerugian," kata dia.

Pada musim tanam padi kali ini, Yanto telah menderita kerugian sekitar Rp2juta karena tanaman padi seluas satu hektare yang diolahnya telah mati karena kekeringan.

"Selama musim tanam kali ini saya telah mengeluarkan biaya untuk pengolahan lahan, membeli bibit, biaya upah tanam, membeli racun hama dan membeli pupuk," kata dia.

Begitu juga areal persawahan warga Desa Srikuncoro, Kecamatan Pondokkelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah, atau sekitar 24 kilometer dari Kota Bengkulu pun mengalami kekeringan.

"Dari ratusan hektare areal persawahan itu awalnya ditanami padi, namun setelah berumur satu minggu mulai kemarau dan akhirnya gagal tumbuh," kata salah seorang warga Srikoncuro, Kismanto.

Setelah tanaman padi gagal tumbuh, maka diganti dengan tanaman palawija seperti kacang-kacangan, ubi kayu, kisik dan semangka.

Untuk tanaman kacang panjang sempat panen meskipun dipercepat akibat kesulitan mendapatkan air untuk penyiraman, sedangkan jenis palawija lainnya belum panen batangnya sudah menguning dan mati.

"Kami sangat kesulitan untuk mencari nafkah dari hasil pertanian karena semua lahan kekeringan," ujarnya.

Hal senada juga dikeluhkan Narto warga pemilik kolam ikan lele, akibat tidak ada air bak ternak lele semuanya kering, sedangkan sumur gali juga sudah kering.

Para petani dan pembudidaya ikan daerah itu ramai-ramai mencari pekerjaan lain yaitu menjadi buruh harian seperti tukang bangunan rumah pribadi dan proyek pemerintah, ujarnya.

"Biasanya kami panen setiap tiga bulan sekali dan dijual pada pedagang pengumpul di Kota Bengkulu, namun sejak bulan lalu sudah tidak bisa panen akibat kekeringan," kata dia.

Petani padi sawah di Desa Kemumu, Kecamatan Kotaarga Makmur, Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu sebagian juga beralih menanam palawija karena tanaman padi sebagian besar kekeringan.

"Jaringan irigasi Kemumu setempat tidak mampu lagi mengairi ribuan hektare areal persawahan petani di daerah itu, akibat debit airnya turun selama kemarau," kata seorang petani Mujianto.

Ia mengatakan, kecilnya debit air pada irigasi buatan kolonial Belanda itu akibat banyak saluran yang bocor, di samping debit air memang turun.

Dengan demikian hanya sawah dekat dengan jaringan irigasi yang bisa terairi, sedangkan sawah jauh dari jaringan irigasi kekeringan.

Bagi petani sawahnya masih terjangkau air, tetap menanam padi namun bagi sawahnya kekeringan beralih menanam palawija seperti kacang kedelai, jagung, kacang panjang dan jenis sayur lainnya.

"Areal kami di sini meskipun jauh dari jaringan irigasi masih mendapat sumber air yaitu menggunakan pompa kelompok tani, tanaman sayur itu bila tidak disiram bisa mati," ujarnya.

Seorang penyuluh lapangan Ardianto mengatakan, para petani di Desa kemumu itu sebagian besar berpengalaman dalam mengelola air dan lahan, sehingga mereka tidak akan kesulitan  meskipun musim kemarau.

Namun demikian pihaknya tetap melakukan pembinaan, terutama pada penggunaan pupuk organik pada tanaman sayuran, namun untuk tanaman padi petani belum terbiasa dan masih menggunakan pupuk kimia bersubsidi.

  
                          Produksi Beras
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Bengkulu mengupayakan berbagai cara agar kemarau tidak mengganggu produksi beras daerah itu yang saat ini sudah surplus 16 persen.

"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2012, Provinsi Bengkulu sudah surplus produksi 16 persen. Kalau produksi tetap stabil, tanpa terganggu kemarau, maka surplus produksi bisa dipertahankan," kata Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Bengkulu Eko Agusrianto.

Ia mengatakan target produksi gabah kering giling pada 2012 mencapai 1 juta ton.

Sementara pembelian beras lokal oleh Bulog Divre Bengkulu hingga saat ini sudah mencapai 2.500 ton.

Kemarau yang melanda hampir sebagian besar wilayah di Tanah Air, termasuk Bengkulu menurutnya akan dibahas bersama BMKG Bengkulu.

"Kami akan berkoordinasi dengan BMKG untuk mencari solusi agar kemarau ini tidak berpengaruh pada produksi tanaman pangan," tambahnya.

Seperti di sejumlah provinsi kata dia, hujan buatan cukup efektif untuk mengatasi kemarau yang mengakibatkan kekeringan, terutama di areal persawahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)