google918a0c52108bf1a3.html Lanang Pening: Pengakuan malaysia Klaim Tari tor-tor karena salah paham

20 Jun 2012

Pengakuan malaysia Klaim Tari tor-tor karena salah paham

Konsul Jenderal Malaysia untuk Medan, Norlin Binti Othman, menegaskan, permasalahan tari Tor-tor dan Gondang Sambilan dipastikan akibat kesalahpahaman mengartikan kalimat atau kata "diperakui atau memperakui".
      
"Diperakui atau memperakui di Malaysia dimaksudkan diangkat atau disahkan atau disetujui, bukan diklaim seperti yang diartikan di Indonesia. Masalah pengartian kata atau kalimat memang tampaknya sering menimbulkan masalah, tetapi dengan penegasan seperti ini, saya harap tidak ada masalah lagi," katanya di Medan.
       
Dia mengatakan hal itu ketika bertemu dengan anggota DPD RI utusan Sumut, Parlindungan Purba, yang mendatangi Konsulat Malaysia di Medan untuk makin memperjelas permasalahan kasus Tor-tor dan Gondang Sambilan.
      
Norlin yang didampingi Konsul Muda Malaysia, Nor Azhar Hajis, mengatakan, dengan nantinya disetujui Tor-tor dan Gondang Sambilan sebagai budaya warisan Indonesia yang berasal dari Suku Mandailing, Sumut, maka budaya itu bisa lebih berkembang.
      
Dengan tercatatkan di pemerintahan Malaysia, Tor-tor dan Gondang Sambilan itu, maka budaya itu makin leluasa untuk ditampilkan termasuk dalam acara resmi di negara itu seperti halnya gamelan dari Jawa Indonesia dan termasuk berbagai budaya lainnya dari berbagai negara.
      
"Terus terang, budaya Indonesia banyak disukai. Saya misalnya suka Tor-tor dan Gondang Sambilan, tetapi saya memang belum pernah melihat dipertunjukkan di Malaysia," kata Norlin yang sudah 2,5 tahun menjabat Konjen di Medan.
      
Dia mengaku, berdasarkan data, ada sekitar 500.000 orang suku Mandailing yang tinggal dan bahkan sudah menjadi warga negara Malaysia sejak puluhan tahun lalu.
      
"Mungkin karena mereka mau budaya mereka dilestarikan dan bahkan diperkenalkan lebih luas, mereka mengajukan ke pemerintah Malaysia untuk catatkan seperti yang dilakukan suku lainnya," katanya.
      
Norlin menambahkan, biasanya budaya yang tercatat di pemerintahan Malasyia, bukan hanya lebih leluasa untuk ditampilkan, tetapi juga mendapat pembinaan.
      
"Sekali lagi saya tegaskan, pemerintah Malaysia tidak atau bukan mengklaim Tor-tor dan Gondang Sambilan milik Malaysia," katanya.
      
Anggota DPD RI utusan Sumut, Parlindungan Purba, menegaskan, pihaknya sudah berdialog dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk segera mencatatkan Tor-tor dan Gondang Sambilan termasuk budaya suku Indonesia lainnya untuk dicatatkan di NESCO.
      
"Pencatatan di UNESCO untuk tidak menimbulkan masalah lagi. Kasus Tor-tor dan Gondang Sambilan yang meski karena kesalahpahaman tidak boleh terulang lagi,"katanya.
      
Sebelum pertemuan anggota DPD RI dan Konjen Malaysia, sekitar pukul 10.00 WIB, puluhan massa dari Komunitas Mahasiswa Pencinta Budaya Batak dan Forum Komunikasi Batak Tobasahuta, Deli Serdang menarikan Tor-tor di depan kantor Konjen Malaysia di Jalan Diponegoro, Medan.
      
Aksi itu dinyatakan sebagai protes  kasus Tor-tor dan Gordang Sambilan yang sebelumnya diributkan dengan adanya pemberitaan budaya tersebut diklaim sebagai milik Malaysia.
      
Selain menuntut Malaysia tidak sembarangan mengklaim kebudayaan Indonesia, massa yang sebagian besar terdiri dari perempuan itu minta pemerintah Indonesia harus tegas melindungi kebudayaan termasuk terhadap negara yang mengklaim kebudayaan Indonesia.
Sumber : Antarabengkulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)