google918a0c52108bf1a3.html Lanang Pening: TIMBUNAN PASIR DAN PEREKONOMIAN BENGKULU

22 Des 2010

TIMBUNAN PASIR DAN PEREKONOMIAN BENGKULU


Bengkulu, 22/12 (ANTARA) - Pendangkalan alur masuk Pelabuhan Pulau Baai akibat sedimentasi pasir menjadi masalah yang menahun yang berdampak nyata pada perkembangan ekonomi Provinsi Bengkulu.

Meskipun saat ini PT Pathaway International bertanggung jawab melakukan pengerukan untuk mengatasi pendangkalan, tapi belum menunjukkan adanya perubahan nyata.

"Kenyataannya alur masih dangkal dan setiap bulan tidak kurang dari 30 kapal yang kandas di pintu alur masuk," kata Pandu Pelabuhan Pulau Baai, Indra Gunawan.

Ia mengatakan pengerukan yang dilakukan perusahaan yang mengikat kerjasama dengan pemerintah Provinsi Bengkulu sejak 2008 itu belum mampu mengatasi pendangkalan tersebut.

Sedimentasi pasir yang diperkirakan mencapai ratusan ribu meter kubik mengakibatkan lebar alur menyempit dari 400 meter menjadi hanya 25 meter.

Dengan kedalaman hanya 4 meter, kapal yang bisa masuk ke dalam kolam pelabuhan menjadi terbatas, yaitu dengan draft 4,5 Low Water Spring (LWS) dan bobot tidak lebih dari 1.500 ton."Kalau hanya kandas dan terdampar masih bisa ditarik, tapi kalau pecah lalu tenggelam sangat besar risikonya " katanya.

Setiap kapal yang dipandu untuk masuk dan keluar pelabuhan berisiko kandas atau terdampar ke bebatuan yang berada di pintu masuk pelabuhan.

"Hingga hari ini kapal yang masuk ke kolam pelabuhan harus dipandu saat air laut pasang, bisa pagi hari atau sore hari," katanya.

Menurut dia, pengerukan selama dua tahun yang diserahkan kepada PT Pathaway sudah cukup membuktikan kinerja perusahaan itu dan sudah saatnya pemerintah daerah mengevaluasi dan mencari alternatif solusi untuk mengatasi pendangkalan tersebut.

Namun, menurut Asisten II Sekretaris Provinsi Bengkulu Fauzan Rahim, pemerintah masih optimistis dengan kinerja PT Pathaway untuk menuntaskan pengerukan hingga alur berfungsi dengan baik.

"Pengerukan alur sempat terhenti pada awal November karena ada kendala teknis yang dialami perusahaan itu, tapi sudah beroperasi kembali untuk mengatasi pendangkalan alur," katanya.

Ia mengatakan pengerukan alur yang dilakukan PT Pathaway dilaksanakan sesuai izin yang diterbitkan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.

Izin tersebut berlaku hingga akhir Januari 2011 dengan tanggung jawab mengeruk alur hingga kedalaman enam sampai 10 meter. PT Pathaway melakukan pengerukan dengan dua kapal keruk yakni Inai Kekwa dan Inai Kantan.

"Kami harapkan mereka bisa menuntaskan pengerukan hingga batas akhir izin dari Kementerian Perhubungan, setelah itu akan dievaluasi apakah dilanjutkan atau tidak," katanya.

Sementara itu Ketua Asosiasi Pelayaran Indonesia atau "Indonesian National Shipowner's Asociation" (INSA) Bengkulu, Suharto mengatakan pendangkalan alur sangat berbahaya bagi kapal dan rawan membuat lambung kapal pecah jika terbanting ke sisi kiri pintu masuk yang dipenuhi batu besar.

"Sisi kanan ada gundukan pasir, akibat sedimentasi sedangkan sisi kirinya ada batu-batu besar, kalau terdampar ke sisi kiri mengalami kandas kalau ke sisi kanan bisa membuat lambung kapal pecah," ujarnya.

Ia mengharapkan pemerintah segera menangani persoalan pendangkalan tersebut karena sangat berisiko terhadap kapal yang beroperasi di Pelabuhan Pulau Baai.
"Kami tidak masalah siapa pun yang akan mengeruk, asalkan pengerukan dilakukan serius dan pelabuhan bisa beroperasi dengan baik," katanya.


Ekspor Terhambat
Pendangkalan alur tersebut berdampak langsung terhadap aktivitas ekspor komoditas unggulan Provinsi Bengkulu seperti minyak sawit, kopi dan karet.

Sekretaris Manager PT Agro Muko, Daud Ginting mengatakan pendangkalan alur membuat pengiriman CPO dari Pelabuhan Pulau Baai tidak bisa dilakukan.

"Padahal kami punya lahan disana untuk membangun tangki timbun minyak tapi karena alur yang dangkal tidak bisa digunakan," katanya.

Ia mengatakan PT Agro Muko dan sejumlah perusahaan pengolah sawit di Bengkulu memilih pelabuhan Teluk Bayur Sumatra Barat dan Pelabuhan Belawan Sumatra Utara sebagai tempat tanki timbun dan memasarkan hasil CPO ke negara konsumen.

Menurut Ginting, jika kondisi pelabuhan memungkinkan bagi kapal-kapal yang memuat CPO maka perusahaannya siap membangun tanki timbun di Pulau Baai meskipun biaya angkut dari lokasi perkebunan di Kabupaten Muko Muko menuju Kota Bengkulu tidak berbeda jauh dengan Muko Muko-Padang.

"Pasti kami kirim lewat Pulau Baai kalau kondisi pelabuhan memungkinkan," katanya
Hingga saat ini, lahan yang disewakan PT Pelindo untuk PT Agro Muko belum bisa dimanfaatkan hingga pelabuhan bisa dimasuki kapal berbobot puluhan ribu ton.

Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan aktivitas ekspor di Pelabuhan Pulauu Baai hanya terjadi pada komoditas tambang batu bara.

"Selain batu bara, komoditas ekspor lain dari Provinsi Bengkulu tidak tercatat karena tidak dikirim lewat Pelabuhan Pulau Baai," kata Kepala BPS Provinsi Bengkulu, Carsadi.

Pengusaha batu bara juga mengeluhkan kondisi alur masuk Pelabuhan Pulau Baai yang mengalami pendangkalan akibat sedimentasi pasir sebab menambah biaya pengapalan.

"Dengan kondisi alur dangkal seperti sekarang ini, kami harus mengelurkan biaya 7 Dolar AS per ton untuk mengangkut batu bara dari conveyor ke tongkang, kemudian menuju vessel di tengah laut," kata Direktur Utama PT Bara Indah Lestari Sutarman.

Menurut dia, ongkos tersebut bisa dipangkas jika pelabuhan bisa dimasuki kapal berbobot hingga puluhan ribu ton.

Sementara kondisi alur saat ini hanya mampu dimasuki kapal dengan draft 4 meter dengan muatan 1.7000 ton dan hanya bisa beroperasi saat air laut pasang.

"Pengapalan batu bara tergantung pada pasang surut air laut dan sering terkena demorit atau target pengiriman kepada negara tujuan pemasaran," ujarnya.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Batubara Bengkulu (APBB) Junaidi Alijahar mengatakan jika dalam kondisi alur normal produksi batu bara Bengkulu bisa mencapai 3 juta ton, dari saat ini hanya 1,5 juta ton.

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu Lukman mengatakan pendangkalan alur masuk Pelabuhan Pulau Baai menurunkan pendapatan daerah khususnya dari sumbangan pihak ketiga komoditas batu bara.

"Kalangan pengusaha batu bara menolak kenaikan sumbangan pihak ketiga dari Rp500 menjadi Rp5.000 per ton karena pendangkalan alur pelabuhan," katanya.

Ia mengatakan, nilai sumbangan pihak ketiga atau SP3 saat ini masih terlalu rendah dan tidak sebanding dengan pengeluaran daerah untuk perbaikan jalan umum yang digunakan truk pengangkut komoditas tersebut.

Namun, akibat pendangkalan alur, rencana kenaikan sumbangan pihak ketiga atau SP3 batu bara belum mendapat kesepakatan antara pemerintah dan pengusaha batu bara.

"Para pengusaha mengeluhkan pendangkalan alur yang mengakibatkan pengapalan batu bara menuju negara tujuan ekspor tidak bisa optimal," katanya.

Tidak seperti lazimnya kawasan pelabuhan laut, Pelabuhan Pulau Baai yang terletak di pantai bagian barat Pulau Sumatra, berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia, tanpa terlindung oleh pulau atau teluk.

Karena itu, alur masuk dan kolam pelabuhan tempat kapal merapat dari waktu ke waktu selalu tertimbun pasir yang terdorong oleh gelombang laut.

Akibatnya, pengerukan alur pelabuhan pun menjadi "PR" yang tak akan pernah berhenti, yang bukan tidak mungkin akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)