google918a0c52108bf1a3.html Lanang Pening: Pentingnya Tanda Gempa untuk keselamatan kita semua

21 Apr 2012

Pentingnya Tanda Gempa untuk keselamatan kita semua


Provinsi Bengkulu merupakan daerah rawan gempa dan sejak tahun 2000 tercatat ada kejadian cukup besar yakni pada 4 Juni 2000 dan 12 September 2007.

Pada gempa tahun 2000 berkekuatan 7,3 skala Richter dan gempa tahun 2007 berkekuatan 7,9 SR telah menelan korban baik jiwa, luka-luka serta harta benda milik warga. Gempa-gempa berkekuatan kecil pun sering terjadi di provinsi tersebut dan dianggap biasa oleh warga setempat.

Begitu pula ketika gempa yang mengguncang Aceh 11 April lalu berkekuatan 8,5 SR yang juga terasa di provinsi tersebut, sebagian besar warga menganggap biasa, kecuali mereka yang tinggal di tepi pantai khawatir tsunami menyusul suara sirine penanda siaga bencana.

Warga Bengkulu yang umumnya menyatakan sudah "familiar" dan biasa dengan gempa, terkadang "menertawakan" warga yang baru pindah atau berada di provinsi tersebut ketika khawatir akan gempa.
Manajer Area Bengkulu PT Telkom Sonny Hidayat yang juga koordinator penanggulangan bencana perusahaan tersebut pun mengakui hal serupa.

"Ketika ada gempa, saya minta karyawan segera ke luar kantor dan menuju lokasi evakuasi. Tetapi sebagian bilang di sini sudah biasa kena gempa pak, sehingga tenang saja," terang dia, yang dinas di provinsi tersebut sekitar satu tahun lebih.

Ia pun akhirnya menegaskan bahwa ketika gempa tidak ada hal biasa, semua harus ke luar dan tidak boleh menganggap sesuatu bencana itu biasa.

"Setiap ada tanda-tanda gempa, harus segera evakuasi diri. Pentingkan keselamatan jangan menganggap gempa hal biasa," kata dia, mengungkapkan kepada bawahannya.

Wakil Presiden Boediono dalam pertemuan dengan penjabat Gubernur Aceh Tarmizi A Karim, Jumat (13/4) meminta agar masyarakat Indonesia harus menyiapkan diri sedini mungkin menghadapi bencana, karena negeri ini menjadi langganan bencana.

Khusus masyarakat yang tinggal di Sumatera dan kawasan megathrust, agar terus waspada dengan kemungkinan terjadinya bencana.

"Bencana tentu tidak bisa dicegah, tapi hanya bisa dihindari," ujarnya.

Sementara itu, sebanyak 241 desa di pesisir pantai barat Sumatera di Provinsi Bengkulu ditetapkan sebagai desa rawan bencana gempa dan tsunami.

"Ada 241 desa pesisir di tujuh kabupaten dan kota yang merupakan titik rawan bencana, khususnya gempa yang diikuti tsunami," kata Kepala Bidang Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Bengkulu Bambang Hermanto.

Ia mengatakan, desa di wilayah pesisir itu menjadi sasaran program kesiapsiagaan bencana, mulai dari peningkatan sosialisasi dan simulasi hingga fasilitas penunjang.

Hingga saat ini telah terbentuk 43 desa siaga bencana yang sebagian besar berada di wilayah pesisir.

"Karena Bengkulu berada di pertemuan lempeng aktif Indoaustralia dan Eurasia yang menimbulkan gempa bumi dan tsunami," katanya.

Termasuk pembangunan 50 gudang logistik di 10 kabupaten dan kota, terutama tujuh kabupaten dan kota di wilayah pesisir.

"Ada tujuh kabupaten di pesisir dan pembangunan gudang logistik diprioritaskan di wilayah pesisir ini," katanya.

Tujuh kabupaten dan kota di wilayah pesisir, yakni Kota Bengkulu, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur.

Menurut dia, selain meningkatkan respon dan kesadaran masyarakat terhadap bencana, pemerintah juga perlu meningkatkan ketersediaan alat peringatan dini tsunami.

"Saat ini baru ada dua sirene peringatan dini tsunami bantuan BMKG pusat yang ditempatkan di Kota Bengkulu, sedangkan enam kabupaten lainnya belum tersedia," katanya.

Dua alat itu berbunyi secara otomatis dari BMKG pusat saat gempa besar berkekuatan 8,5 pada Skala Richter mengguncang Aceh pada 11 April 2012.

Sedangkan masyarakat pesisir lainnya mendapatkan informasi bencana dari berbagai media dan informasi melalui anggota satuan tugas mitigasi bencana.



Satgas bencana

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu akan mengaktifkan keberadan 1.471 anggota satuan tugas mitigas bencana yang terdapat di seluruh desa dan kelurahan di daerah itu.

"Kita sudah memiliki 1.471 anggota satgas mitigasi bencana yang akan kembali diaktifkan untuk kesiapsiagaan karena Bengkulu termasuk daerah rawan bencana," kata Kepala Bidang Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Bengkulu Bambang Hermanto.

Ia mengatakan anggota satgas mitigasi bencana itu sesuai dengan jumlah desa dan kelurahan yang terdapat di 10 kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu.

Perekrutan anggota satgas mitigasi bencana itu dilakukan oleh BPBD pada 2009, setelah gempa besar berkekuatan 7,6 skala Richter mengguncang Padang, Sumatra Barat.

"Keberadaan satgas ini untuk koordinasi dan berbagi informasi tentang kebencanaan, terutama di wilayah pesisir Pantai Barat Sumatera," katanya.

Pada awal perekrutan anggota satgas mitigasi bencana itu, pemerintah menyediakan honor sebesar Rp400 ribu.

"Tapi ini sifatnya sukarela atau relawan jadi honor sebenarnya tidak wajib, hanya mereka dilengkapi alat komunikasi untuk mendukung koordinasi soal kebencanaan," kata dia.

Anggota satgas itu memiliki tugas utama yakni mendeteksi sedini mungkin ancaman bencana alam yang terjadi di desa atau kelurahan mereka masing-masing.

Secara rutin mereka akan melaporkan pada BPBD Bengkulu mengenai segala bentuk ancaman bencana, sehingga petugas dari provinsi cepat merespon untuk mengambil langkah yang perlu dilakukan secepatnya.

Selain memperkuat peran anggota satgas mitigasi bencana, BPBD Provinsi Bengkulu juga akan mendirikan radio siaga bencana untuk menyiapkan masyarakat yang sadar bencana.

"Hampir 80 persen penduduk Bengkulu ada di desa dan mereka biasa membawa radio kecil ke kebun dan itu sasaran dan target membentuk radio ini," katanya.

Budaya membaca yang masih rendah kata dia juga menjadi salah satu faktor penentu dalam pembentukan radio siaga bencana tersebut sehingga budaya tutur atau mendengar yang masih dominan di masyarakat bisa dijangkau.

Pendirian radio tersebut masih berkoordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bengkulu.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Bengkulu akan meningkatkan program sosialisasi dan simulasi bencana gempa bumi serta tsunami untuk memantapkan kesiapsiagaan masyarakat di daerah itu.

"Program sosialisasi dan simulasi akan terus ditingkatkan sehingga masyarakat benar-benar siap jika bencana terjadi," kata Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah.

Ia mengatakan hal itu saat menerima rombongan Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi masalah sosial, agama dan kebencanaan yang melakukan kunjungan kerja selama dua hari di Provinsi Bengkulu.

Provinsi Bengkulu yang termasuk dalam wilayah rawan bencana gempa bumi dan tsunami, menurut dia, tetap meningkatkan kewaspadaan di tingkat masyarakat serta peralatan pendukung.

"Untuk Kota Bengkulu sudah ada 17 titik berkumpul aman dan jalur evakuasi yang kondisinya baik dan tetap terjaga," katanya.

Selain itu, pemerintah dibantu pihak ketiga, termasuk Palang Merah Indonesia (PMI), kata dia, juga menyiapkan masyarakat sadar bencana serta sekolah siaga bencana.

Tidak hanya bencana gempa bumi dan tsunami, tapi Bengkulu juga rawan bencana longsor, abrasi, banjir dan gunung meletus di Kabupaten Rejanglebong.

"Sekolah di sekitar lereng gunung Kaba yang merupakan gunung api aktif juga masuk dalam prioritas sekolah siaga bencana, dan masyarakat sadar bencana," kata dia.

Ia menambahkan, Provinsi Bengkulu juga merencanakan pembangunan gudang logistik bencana wilayah Sumatera bagian Selatan.

Keterbatasan dana daerah, kata dia, bantuan dari pemerintah pusat sangat diharapkan untuk mewujudkan hal itu.

Sementara itu Ketua Rombongan Anggota Komisi VIII DPR RI Ida Fauziah mengatakan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana menjadi salah satu perhatian dalam kunjungan kerja tersebut.

"Sebab Bengkulu dan beberapa daerah di wilayah pantai Barat Sumatera adalah daerah yang rawan gempa bumi dan tsunami, termasuk belum lama ini gempa melanda Aceh," katanya.

Ia mengharapkan pemerintah yakni dinas atau instansi terkait lebih proaktif berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terutama dalam sosialisasi dan simulasi.

Termasuk ketersediaan logistik siaga bencana, menurut dia, harus tetap dikontrol, demikian juga dengan peralatan pendukung, seperti peringatan dini tsunami dan jalur evakuasi agar dipelihara dengan baik.

"Pemeliharaan terhadap peralatan ini juga bentuk kesiapsiagaan bencana, sebab tidak jarang saat bencana terjadi peralatan pendeteksi justru tidak berfungsi," katanya.

Di Kabupaten Mukomuko, Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat, setiap tahun memberi pendidikan bencana bagi pelajar di daerah itu agar mereka selalu siap siaga menghadapi bencana gempa bumi dan banjir.

"Siswa diberikan pendidikan bencana tiga kali dalam setahun. dua kali kegiatan dibiayai dari APBD setempat dan satu kali APBD Provinsi Bengkulu," kata Kepala Bidang Kedaruratan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mukomuko, Iskandar.

Sedangkan lokasi serta siswa yang diberikan pendidikan kebencanaan, kata dia, pada umumnya tinggal tidak jauh dari pesisir pantai daerah itu, yakni pusat kabupaten dan di Kecamatan Ipuh.

Bagi siswa sekolah sejak jenjang SD, SMP dan SMA di kecamatan lain yang terdekat dari lokasi kegiatan, bisa ikut sosialisasi, peragaan dan simulasi.

"Pendidikan ini hanya dua kali dilakukan dalam setahun yang sumbernya dari APBD, sehingga sosialisasi, peragaan dan simulasi tidak hanya untuk siswa dan siswi tetapi juga semua masyarakat Mukomuko," ujarnya.

Kegiatan serupa menggunakan sumber dana APBD Provinsi Bengkulu digelar satu kali dalam setahun difasilitasi oleh instansi itu.

"Jadi dalam setahun ada tiga kegiatan pendidikan bencana bagi siswa di daerah itu," ujarnya.

Disinggung masih sedikitnya rutinitas memberikan pendidikan bencana bagi siswa di daerah itu dalam setahun, menurut dia, menyesuaikan dengan yang tersedia untuk itu setiap tahun dalam APBD setempat.

"Kami terkendala dengan dana untuk melakukan lebih banyak memberikan pendidikan bencana bagi siswa jika perlu semua sekolah, namun dana dalam APBD berkisar Rp25 juta hingga Rp50 juta sehingga hanya cukup dua kali kegiatan saja," ujarnya.

Namun dia optimistis, meskipun hanya dua kali memberikan pendidikan bencana bagi siswa, namun dengan rutinitas setiap tahun berperan sangat besar menambah pengetahuan siswa tentang bencana alam.
Sumber : antarabengkulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)