google918a0c52108bf1a3.html Lanang Pening: KEBIJAKAN SUBSIDI BBM DAN CAMPUR TANGAN SPEKULAN

10 Jul 2011

KEBIJAKAN SUBSIDI BBM DAN CAMPUR TANGAN SPEKULAN

Keputusan pemerintah terhadap bahan bakar minyak bersubsidi yang hingga saat ini belum final telah memicu kepanikan konsumen, seperti yang terjadi di sejumlah kabupaten dan kota di Provinisi Bengkulu.

Dalam sepekan terakhir, antrean panjang kendaraan di seluruh Satuan Pengisian Bahan Bakar Minyak (SPBU) dalam Kota Bengkulu jadi pemandangan umum yang berimbas pada sulitnya memperoleh BBM hingga ke tingkat pengecer.

"Isu kenaikan harga dan pembatasan pemakaian membuat konsumsi BBM meningkat tajam dan para spekulan memperparah dengan mengantre berulang kali di SPBU," kata Wira Penjualan Pertamina Depo Bengkulu Dhamba di Bengkulu.
Ia mengatakan isu tersebut membuat konsumen panik dan berusaha mendapatkan BBM bersubsidi dengan harga saat ini yakni premium Rp4.500 per liter dan solar Rp4.000 per liter.

Kondisi ini dimanfaatkan pada spekulan untuk menimbun BBM yang dibeli dengan harga yang berlaku saat ini dan akan dijual kembali saat pemerintah menerbitkan kebijakan baru yaitu menaikkan harga atau membatasi kendaraan yang mengkonsumsi BBM bersubsidi.

"Kalau pasokan dan persediaan tidak masalah, semuanya lancar bahkan kami menyediakan lebih dari kebutuhan masyarakat," kata Dhamba.

Penyaluran BBM jenis premium sebanyak 524 kiloliter per hari dari kebutuhan sebanyak 503 kiloliter.

Demikian juga jenis solar, disalurkan sebanyak 276 kiloliter dari kebutuhan sebanyak 207 kiloliter per hari.

"Jadi yang disalurkan ke 32 SPBU sudah melebihi kebutuhan, tapi masih terjadi antrean karena adanya isu kenaikan harga dan pembatasan pembelian," tambahnya.

Dhamba mengatakan sudah berkoordinasi dengan Kepolian Daerah Bengkulu untuk membantu pengawasan distribusi BBM dan menghentikan para spekulan.

"Kami bertanggungjawab menyediakan dan mendistribusikan BBM tapi tidak berwenang menindak para penimbun jadi kami minta bantuan aparat kepolisian untuk mengawasi," jelasnya.

Ulah spekulan yang berulangkali mengantre di SPBU dan melakukan penimbunan membuat distribusi kepada masyarakat terhambat sehingga mau tidak mau harus membeli BBM di pengecer dengan harga melambung mencapai Rp10 ribu hingga Rp15 ribu per liter.

"Terpaksa beli di pengecer karena kalau mengantre di SPBU bisa sampai subuh, bagaimana kami dapat setoran," kata supir angkutan dalam kota, Mulyadi.

Ia mengatakan harga yang sangat tinggi di tingkat pengecer membuat sejumlah supir memilih berhenti karena harga BBM Rp10 ribu per liter tidak sebanding dengan pendapatan jika dipotong dengan setoran kepada pemilik angkot.

Mulyadi mengharapkan pemerintah segera mengambil langkah tegas atas subdisi BBM sehingga tindakan para spekulan bisa dihentikan.

"Kalau tidak ada keputusan yang jelas maka spekulan akan terus bermain karena mereka menganggap harga akan dinaikkan sehingga BBM yang seharusnya untuk masyarakat ditimbun," katanya menegaskan.

Pengecer BBM, Marudut mengatakan menjual premium dengan harga Rp10 ribu per liter karena harus mengantre berjam-jam untuk mendapatkan minyak di SPBU.

"Kami mengantre sampai subuh jadi wajar kalau harga kami naikkan," katanya.

Sementara itu Kepala Kepolisian Daerah Bengkulu Brigjen Pol Burhanuddin Andi mengatakan sudah menempatkan personil di setiap SPBU untuk membantu kelancaran distribusi BBM.

"Saya juga perintahkan kepada anggota untuk menindak tegas pembelian BBM dengan jerigen dan memastikan SPBU mendahulukan masyarakat," katanya.

Penempatan personil di sejumlah SPBU belum menemukan indikasi penimbunan BBM namun antrean sudah mulai berkurang.

Ia mengatakan para personil tetap mengawasi pendistribusian BBM hingga antrean di seluruh SPBU kembali normal.

Naikkan harga
Pengamat ekonomi dari Universitas Bengkulu Handoko Hadiyanto mengatakan pemerintah harus segera memutuskan kebijakan subsidi BBM untuk menstabilkan situasi.

Menurutnya opsi menaikkan harga adalah yang paling tepat saat ini sebab kebijakan subsidi yang diterapkan pemerintah di berbagai sektor termasuk BBM akan menciptakan masyarakat yang malas dan sulit berkembang.

"Masyarakat kita sulit berkembang karena sejak Orde Baru sudah biasa disubsidi, ini membuat masyarakat malas dan ketergantungan tinggi," katanya di Bengkulu.

Menaikkan harga BBM kata dia adalah solusi yang paling tepat dibanding melakukan pembatasan atau pemberlakuan harga non-subsidi bagi kendaraan pribadi.

"Kalau memberlakukan harga non-subsidi bagi pemilik kendaraan pribadi sangat sulit pengawasannya," tambahnya.

Selain itu, secara logika kata dia, orang yang berpendidikan juga akan membeli produk yang harganya murah jika kualitasnya sama.

Kekhawatiran pemerintah terhadap inflasi memang akan terjadi sebab kenaikan BBM akan memicu kenaikan sembako.

"Tapi itu hanya sementara, dengan harga pengecer seperti sekarang ini yang sampai 100 persen juga akan menimbulkan inflasi tinggi di Kota Bengkulu," ujarnya.

Ia menilai pemerintah juga harus memikirkan energi alternatif pengganti BBM berbahan fosil yang akan habis.

Jika tidak ada energi alternatif maka ketergantungan terhadap BBM akan semakin tinggi dan harganya juga terus melambung hingga sumber daya itu habis.

"Energi dari fosil akan habis dan harus dicari penggantinya, apakah gas atau sumber energi yang bisa diperbaharui lainnya harus digalakkan," tambah Ketua Program Studi Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Fakultas ekonomi Universitas Bengkulu ini.

Sementara itu Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengimbau masyarakat melakukan pembelian dengan normal sebab ketersediaan BBM masih cukup dan tidak ada kenaikan harga.

"Tidak perlu melakukan penimbunan, karena ketersediaan BBM cukup, masyarakat tidak perlu panik," katanya.

Terkait keterlibatan lembaga agama seperti Majelis Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa untuk mengatasi konsumsi BBM bersubsidi bagi golongan menengah ke atas menurutnya tidak perlu dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT MUSRIADI (LANANG PENING)